Opini : Nasabah Menagih Hak, Putusan Pengadilan Harus Selaras Dengan Nilai-Nilai Identitas Hukum

Beredarnya kabar bahwa polisi telah menyita aset-aset ketiga petinggi KSP Indosurya Cipta untuk menindaklanjuti rangkaian perkara penetapan tesangka dalam kasus dugaan investasi bodong.

“Tiga tim kami sebar untuk melakukan penyitaan terhadap aset-aset milik para tersangka kasus Indosurya. Ada belasan tanah dan bangunan, perkantoran serta apartemen. Selain itu juga ada 48 mobil berbagai merek serta 12 rekening bank dan dari 13 aset yang telah mendapatkan penetapan izin khusus penyitaan PN Jakarta Pusat, terdapat 8 aset senilai kurang lebih Rp 900 Miliar,”. ucap Kasubdit III (TPPU) Direktorat Tipideksus Bareskrim Polri, Kombes Robertus Yohanes De Deo. pada Jumat (11/3/2022).

Dalam kasus investasi bodong ini, ketiga tersangka petinggi KSP Indosurya Cipta dapat dijerat dengan pasal 46 UU nomor 10 tahun 98 tentang Perbankan, pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan pasal 378 KUHP tentang Penipuan. Kemudian Pasal 3, Pasal 4 serta Pasal 5 UU nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU.

Menurut Bikri Briliansa, S.H. Praktisi Hukum dari Keadilan Law Firm mengutarakan pendapat bahwa dengan telah ditetapkannya ketiga tersangka, bersamaan dengan penyitaan terhadap aset-aset yang telah diamankan oleh pihak kepolisian. Maka dengan ini, para korban investasi KSP Indosurya Cipta yang menempuh jalur Pidana masih memiliki harapan agar segala kerugian yang dialami bisa segera kembali dengan menunggu putusan dari Pengadilan.

Merujuk pada Pasal 46 ayat (2) yang berbunyi: “ (2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau, jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain”.

Dan juga Pasal 215 KUHAP bahwa “Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak, segera setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi isi amar putusan.”

Lalu dikuatkan kembali dengan Pasal 67 ayat (2) dan (3) No 8 tahun 2010 tentang UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang : (2) Dalam hal yang diduga sebagai pelaku tindak pidana tidak ditemukan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, penyidik dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk memutuskan Harta Kekayaan tersebut sebagai aset negara atau dikembalikan kepada yang berhak. (3) Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memutus dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari.

Pengembalian dari harta sitaan yang dimiliki oleh tersangka dari hasil tindak pidana yang merugikan nasabah diatur dengan Perma 1 tahun 2013 tentang tata cara penyelesaian permohonan penanganan harta kekayaan dalam tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain. Sehingga masih dapat memberikan harapan kepada para nasabah untuk dapat menerima kembali dana yang selama ini mereka harapkan.

Ia pun berpendapat bahwa : Kami termasuk juga nasabah berharap bahwa putusan hakim harus mengandung 3 (tiga) nilai identitas, yaitu:

  1. Asas kepastian hukum (rechtmatigheid), Hakim harus meninjau dari sudut yuridis yaitu perundang-undangan yang telah ditetapkan;
  2. Asas keadilan hukum (gerectigheit), Asas ini meninjau dari sudut filosofis, dimana keadilan bentuk sebuah harapan dari para pihak di dalam sebuah pengadilan;
  3. Asas kemanfaatan hukum (zwech matigheid atau doelmatigheid atau utility). Asas ini meninjau dari sudut sosiologis, dimana hukum tercipta harus memberikan dampak positif dari tujuan hukum itu sendiri.

Penulis : Bikri Briliansah Seorang Praktisi Hukum dari Rumah Keadilan Law Firm

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *